Kenapa Saya Berhenti Bekerja?

Friday, January 21, 2005



Dita Wistarini
, 27, Jakarta. Ibu dari Shaula Charmawendi (Arwen), 2 bln.
Pekerjaan terakhir : Produser Promo sebuah stasiun televisi swasta.
Alasan berhenti : Pekerjaan saya menyita hampir seluruh waktu, pikiran dan tenaga. Tuntutan bekerja mengejar tenggat waktu sangat tinggi. Tidak ada lagi 8 jam kerja sehari, sesuai dengan aturan Departemen Tenaga Kerja. Saya pulang, di saat orang-orang sudah beranjak ke peraduan. Bahkan di akhir minggu, bisa saja saya masuk kantor. Tidak ada lagi perhatian terhadap kondisi tubuh, yang sudah berteriak-teriak minta istirahat. Bayangkan jika di saat yang sama, saya harus juga mengurus bayi saya...
Tantangan terbesar : Awalnya benar-benar membuat stres. Saya adalah orang yang biasa bertemu dan bekerja dengan orang banyak, serta bersosialisasi secara aktif. Beberapa orang menyayangkan keputusan saya.Mereka selalu bertanya, "Mengapa harus berhenti bekerja?" atau "Kapan akan mulai berkarir lagi?" atau "Kasian deh, hidup lo cuman berakhir di rumah!" Terkadang saya lelah dengan pandangan miring mereka. Saya hanya tak ingin anak-anak saya dibesarkan oleh orang lain selain orangtuanya sendiri.
Kepuasan terbesar : Pekerjaan akan selalu ada di luar sana. Tapi perkembangan anak yang penuh kejutan dan sangat cepat hanya sekedip mata, tak akan bisa menunggu. Rasanya seperti kembali ke bangku kuliah dengan jurusan Psikologi Perkembangan Anak. Menyenangkan sekali bisa menemukan hal-hal baru. Saya ingin menikmati saat-saat di mana anak saya pertama kali tersenyum, mendengarnya memanggil "Mama!", menemaninya belajar jalan, melihatnya tumbuh dan yang pasti menatap matanya yang begitu bening dan berbinar saat melihat orangtuanya. Saya akhirnya menemukan bahwa untuk menjadi bahagia, uang bukanlah segalanya. Kebahagiaan terbesar adalah di saat mendengar orang berkata, "Wah, anaknya pintar sekali," atau "Anaknya terlihat bahagia ya." Dan yang terpenting, saya merasa bahagia bisa menjadi bagian terbesar di awal kehidupannya dan berperan membentuk dan mengarahkan kepribadian dan kehidupannya, Anda tahu sendiri bagaimana "kejamnya" dunia di luar sana. Begitu mudahnya anak-anak sekarang terjerumus dalam pergaulan yang tidak benar.
Rencana karir di masa depan : Saya memutuskan untuk kembali bekerja lagi menjadi penulis paruh waktu, sehingga saya tetap bisa mengawasi anak. Idealnya memulai usaha yang bisa saya kendalikan dari rumah.
Dulu saya harus berpikir sejenak jika seseorang menanyakan pekerjaan saya sebagai Ibu Rumah Tangga. Sekarang saya bisa berbangga dengan profesi terbaru saya ini dan saya akan mengatakan, "Sekarang pekerjaan saya adalah menjadi guru, pendamping dan pembimbing pribadi anak saya. Karena dia adalah prioritas dalam hidup saya, di samping suami tersayang."

"We are always too busy for our children; we never give them the time or interest they deserve. We lavish gifts upon them; but the most precious gift, our personal association, which means so much to them, we give grudgingly."(Mark Twain)

(Posted by Dita)
Original Post

0 comments:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Newspaper by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP